Oleh
: M. Saichurrohman
Dengan rasa, cipta dan karsa, seseorang berusaha
menemukan keindahan sesuai selera masing-masing-masing, hal ini akan
menimbulkan estetika yang menjadikan seseorang tersebut menjadi seorang seniman
ataupun pencipta karya seni, dengan kemampuan membedakan antara yang indah dan
yang jelek. (Inu Kencana Syafiie:2004)[1]
Dilihat dari
pengertiannya, Estetika berasal dari bahasa yunani yaitu “Aisthesis” yang
berati pengamatan. Maksudnya dari pengamatan atau pengalaman seseorang akan
bisa menemukan batasan yang membedakan cita rasa seperti rasa indah, bagus,
elok, dsb, dengan membandingkan dengan cita rasa lawannya.[2]
Jadi keindahan atau nilai estetis ini sebenarnya akan diperoleh ketika
seseorang telah memiliki penglaman akan keindahan tersebut. Misalnya seseorang akan mengatakan bahwa pantai sanur
bali sangat indah, ketika ia telah memiliki pengalaman/ pengamatan akan pantai
tersebut.
Dalam kamus
besar bahasa Indonesia (KBBI) Estetika memiliki dua arti : 1). cabang filsafat yang menelaah dan membahas tentang seni dan
keindahan serta tanggapan manusia terhadapnya; 2). kepekaan terhadap seni dan
keindahan. Dari pengertian itu dapat kita pahami bahwa ada dua kunci yang bisa
kita ambil dari pengertian estetika, yakni tentang keindahan dan juga tentang
seni. Keindahan merupakan suatu hal yang abstrak yang hanya bisa dirasakan oleh
jiwa manusia, sedangkan seni ialah hasil cipta, rasa dan karsa manusia yang
didalamnya ada unsur fisik yaitu karya seni serta nonfisik yaitu keindahan yang bisa
dinikmati dalam karya seni tersebut.
Dari
pengertian estetika diatas dapat kita pahami bahwa keindahan dan seni ialah dua
hal yang selalu melekat pada diri manusia. Dalam kehidupan sehari-hari manusia
juga akan berusaha memperoleh berbagai hal yang untuk memuaskan dirinya.
Kepuasan tersebut akan diperoleh oleh setiap manusia ketika dalam jiwanya telah
memperoleh rasa kebahagiaan, kesenangan maupun terpenuhinya rasa ingintahu.
Kebahagiaan,
kesenangan maupun rasa ingin tahu yang dapat memberi kepuasan dalam diri
manusia sangat bersifat subjektif. Subjektif disini maksudnya bahwa tingkat
kebahagiaan, kesenangan ataupun ingin tahu seseorang berbeda-beda. Jadi untuk
memenuhi kebahagiaan , kesenangan dan
rasa ingin tahu sangat tergantung oleh individu masing-masing. Setiap orang
berhak memilih seleranya masing-masing, sesuai dengan pilihannya untuk memenuhi
kepuasan jiwanya.
Nilai
estetis atau keindahan dapat dihadirkan oleh alam, seperti contoh keindahan
pantai, gunung, danau, air terjun dsb. Selain oleh alam keindahan juga dapat
dimunculkan dari karya seni ciptaan manusia. Karya seni tersebut
bermacam-macam, seperti lukisan, lagu, puisi, drama, dsb. Dari dua objek
tersebut (alam, karya seni), seseorang
haruslah memiliki pengalaman untuk dapat merasakan keindahan tersebut, yaitu
dengan menyaksikan langsung keindahan alam, mendengarkan lantunan puisi,
melihat untuk menikmati keindahan lukisan dsb.
Selain
itu, ada kalanya keindahan dan rasa kepuasan manusia dapat diperoleh dari
romantisme masa lalu. Karena masa lalu atau sejarah ialah hal yang selalu
mengiringi kehidupan manusia. Setiap manusia bahkan selalu mencari sejarah masa
lalunya dan kemudian berusaha mengenang dan menjaga rangkaian kisah masa
lalunya tersebut. Karena dapat kita pahami juga bahwa sebagai peristiwa yang
telah terjadi tentu rangkaian peristiwa tersebut tidak dapat dimunculkan
kembali, kecuali hanya dengan merekontruksi kembali melalui ingatan manusia
ataupun menggunakan jejak-jejak yang ditinggalkan seperti data-data tertulis,
gambar/foto dan juga video.
Peninggalan-peninggalan sejarah yang ada nantinya
akan merekontruksi fikiran manusia tentang sejarah masa lalu. Melalui tulisan
sejarah, cerita-cerita sejarah, dan foto-foto serta video, ingatan manusia
berusaha diajak kembali kepada sejarah masa lalu. Dari hal tersebutlah yang
akan menimbulkan romantisme serta kepuasaan jiwa dari berbagai kenangan sejarah
yang dapat dirasakan dan dinikmati kembali.
Sejarawan dan nilai
estetis Sejarah
Sejarah merupakan
rangkaian peristiwa yang telah tejadi dimasa lalu, yang menjadi bagian tak
terpisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai rangkaian peristiwa masa lalu,
sejarah selalu dicari dan dibutuhkan manusia. Bahkan Setiap saat manusia tak
bisa terlepaskan oleh sejarah. Misalnya ketika seseorang tengah menceritakan kejadian
unik yang dialami sehari yang lalu ketika berlibur, ataupun bercerita bahwa
tadi pagi dia telah menolong seorang anak kecil yang tengah terjatuh dari
sepeda, tentu kedua hal yang diceritakan
itu merupakan peristiwa sejarah, walupun yang diceritakan ialah kejadian satu
detik yang lalu.
Peristiwa-peristiwa
yang telah berlalu tersebut tentu tidak akan hidup dan tersampaikan jikalau
tidak ada yang membunyikannya. Disini manusia sangat dibutuhkan untuk
menarasikan atau membunyikan peristiwa masa lalu tersebut. Setiap orang
memiliki hak dan kemampuan untuk membunyikan peristiwa masa lalu, namun
tentunya ada orang-orang yang memang lebih ahli dalam menarasikan atau
menceritakannya, yaitu para sejarawan. Sebagai seorang yang berkecimbung
dibidang sejarah, sejarawan sangat ahli dalam mencari, dan merangkai
jejak-jejak sejarah menjadi satu kesatuan cerita yang runtut dan menarik.
Kemampuan
sejarawan dalam menarasikan peristiwa masa lalu inilah yang memiliki nilai
estetis yang dapat dinikmati oleh semua orang. Dengan sudah terungkapnya
peristiwa sejarah dan dibukukannya peristiwa sejarah yang telah diteliti oleh
sejarawan, membantu manusia lain untuk mengetahui banyak hal tentang sejarah
masa lalu. Disini seseorang dengan leluasa
bisa menikmati cerita masa lalu tersebut. Dengan ditulisnya sejarah masa lalu
tersebut seseorang juga akan mampu menjangkau peristiwa yang sangat jauh dari
masanya sedekat dengan jiwa dan pikirannya.
Sejarawan dengan karya-karyanya berusaha mengajak orang-orang
untuk menjelajahi dunia masa lalu yang begitu
luas. Dengan banyak hal sejarawan mampu menunjukkan peristiwa masa lalu yang
begitu mengasikan kepada penikmat sejarah. Tentu hal itu yang menjadi nilai estetis sejarah, karena sudah mampu
memberikan kepuasan dan jawaban rasa ingin tahu
para penikmat sejarah. selain itu, rasa kepuasan dari cerita sejarah
masa lalu tersebut tentu hanya dapat dirasakan oleh alam fikiran, jiwa dan rasa
manusia. selain itu masalah suka atau
tidak suka, puas atau tidak puas, indah atau tidak indah dari rangkain
peristiwa masa lalu tersebut juga sangat
bersifat subjektif dan sesuai selera manusia sendiri. Adakalanya orang sangat
bisa menikmati sejarah tapi ada juga yang tidak mampu memperoleh kenikmatan
tersebut. Tentu inilah pilihan jiwa dan selera, apakah seseorang akan menemukan
kepuasannya disitu ataupun ditempat yang lain.
Nilai Estetis Foto
Tempo Dulu
Jika membahas
tentang sejarah tentu foto-foto tempo dulu menjadi salah satu media perekam
sejarah masa lalu. Banyak perisstiwa-peristiwa masa lalu yang telah terabadikan
dalam sebuah foto. Sehingga dengan melihat foto-foto tersebut fikiran manusia bisa langsung dibawa
keperistiwa masa lalu.
Foto sebagai
media perekam sejarah memiliki nilai estetis tersendiri. Banyak foto-foto yang
mempu bercerita tentang sejarah masa lalu. Seperti contoh ketika kita melihat
foto Surabaya tahun 1900-an, tentu kita bisa menyaksikan kehidupan tempo dulu
yang jauh berbeda dengan kehidupan masa sekarang. Selain itu banyak aspek yang
mampu kita tangkap dari berbagai foto-foto Surabaya ditahun tersebut. Misalnya
tata ruang kota, transportasi darat, kehidupan sosial seperti tyang terlihat
pada gambar dibawah ini .
Gambar : De Roode Brug
te Soerabaja Circa 1900
Sumber : http://media-kitlv.nl/
Selain itu,
foto-foto lainnya juga merekam aspek –aspek yang lain seperti ekologi kota,
perkampungan masyarakat, taman kota
tempo dulu dan sebagainya. Hal ini bisa kita saksikan dari beberapa gambar
dibawah ini.
Gambar : Batavia.
Chineesche Wijk Circa 1915 & Title Park te Batavia Circa 1920
Sumber
: http://media-kitlv.nl/
Dari beberapa
foto diatas tentu kita menjadi tahu mengenai suasana kota tempo dulu, misalnya kota Surabaya ataupun kota Batavia yang
sekarang menjadi Ibu kota Jakarta. berbagai aspek kehidupan tempo dulu terlihat memiliki ciri yang begitu khas dan
berbda sekali dengan masa sekarang. Dari foto-foto tempo dulu tersebut kita
menjadi tahu keadaan masa lalu dan dapat membandingkannya dengan kehidupan
sekarang sudah banyak berubah. Selain itu, walaupun kita tak hidup dimasanya,
seolah-olah dengan foto-foto tersebut, kita telah dibawa kemasanya, sehingga
mampu memberikan kepuasan sendiri dalam jiwa kita.
Lebih menarik lagi dari beberapa foto tempo dulu
tersebut, ada beberapa hal yang masih bisa kita temui dalam pada masa kini.
Beberapa hal tersebut terkait tata ruang kota dan bangunan-bangunan maupun yang
lainnya. Seperti contoh bangunan Stadhuis Batavia atau gedung balai kota.
Gedung ini merupakan bangunan yang dijadikan kantor pemerintahan kolonial.
Gedung ini sampai sekarang masih ada dan dipertahan kan oleh pemerintah
Jakarta. sekarang Stadhuis Batavia dijadikan sebuah museum dengan nama
museum sejarah Jakarta atau yang lebih dikenal dengan museum fatahillah. Selain
Stadhuis Batavia yang ada dijakarta di Surabaya terdapat jembatan merah
yang dulu pada masa kolonial bernama De Roode Brug[3],
sungai kali mas, pintu air wonokromo dan lain sebagainya. Tentunya selain
Surabaya dan Jakarta, diberbagai tempat yang lain juga memiliki warisan-warisan
sejarah masa lalu.
Gambar : Stadhuis
Batavia & sungai kalimas Surabaya
Sumber : http://media-kitlv.nl/
Seperti
foto-foto kota tempo dulu, banyak
diantaranya yang menyajikan keindahan kota. Seperti contoh keindahan arsitektur
bangunan kota masa kolonial beberapa kota yang menjadi pusat pemerintahan
kolonial seperti kota Batavia (Jakarta),
Surabaya, semarang dan kota-kota besar lainnya,
menunjukkan berbagai bangunan-bangunan yang memiliki nilai arsitektur
yang indah. Bangunan masa kolonial tersebut sengaja dibangun untuk kepentingan
pemerintah kolonial dahulu. Terlihat dari bangunan yang ada sangat terpengaruh
arsitekturnya Eropa.
Beberapa
arsitektur kota-kota di Indonesia pada masa kolonial, banyak diantaranya yang
masih kokoh berdiri sampai saat ini. gedung-gedung tersebut rata-rata berada di
kota-kota besar yang dahulu merupakan kota kolonial. seperti di Jakarta
terdapat Stadhuis Batavia, di Surabaya terdapat gedung Lindeteves[4], di semarang terdapat gedung marba[5]
selain ketiga kota ini dibeberapa kota lain juga memiliki banyak
bangunan-bangunan dari warisan kolonial yang masih bertahan sampai sekarang.
Gambar : De Bibisbrug
met rechts het kantoor van Lindeteves te Soerabaja Circa 1925
Sumber
: http://media-kitlv.nl/
Dari
beberapa foto arsitektur bangunan tersebut, tentu keindahannya dapat kita
nikmati. Bahkan untuk bangunan-bangunan bersejarah yang masih berdiri sampai
sekarang, kita dapat mengunjunginya.
Seperti contoh kawasan kota lama Jakarta, kawasan kembang jepun Surabaya, kawasan
kota lama semarang dan lain sebagainya.
Kesimpulan
Manusia
setiap hari satiap saat selalu meninggalkan jejak sejarah. jejak-jejak tersebut
lama-kelamaan akan semakin menjauh seiring berjalannya waktu yang terus
berjalan kedepan. Jejak masa lalu yang telah ditinggalkan manusia menyimpan
banyak hal tentang kehidupan manusia, yaitu mulai hal-hal yang menyenangkan,
menyedihkan, hal-hal yang unik, ataupun
hal-hal yang lainnya.
Untuk
menggapai sejarah yang begitu jauh ditinggalkannya, maka perlu suatu cara untuk
mendapatkannya. Maka dengan adanya sejarawan dan tulisan sejarah, sejarah yang sudah kabur dan sangat jauh dari
ingatan manusia dapat di gapai sedekat angan dan fikiran manusia. Selain itu tulisan sejarah, cerita sejarah
mapun jejak sejarah seperti bangunan lama, foto-foto lama akan membantu manusia
untuk mendapatkan gambaran masa lalunya. Manusia akan dapat berjalan-jalan
kemasa lalu, untuk menapaki satu peristiwa, keperistiwa lain, sehingga hal
tersebut akan memunculkan kesengan dan kepuasan tersendiri pada jiwa manusia.
Dari
uraian diatas tentu dapat kita pahami bahwa letak nilai estetis sejarah berada
pada peristiwa masa lalunya. Selain itu tulisan-tulisan sejarah dan cerita
sejarah juga memiliki keindahan sendiri, karena mampu membawa manusia menapaki
sejarah masa lalunya. Selain menggunakan tulisan sejarah dan cerita sejarah,
manusia juga dapat menggunakan foto-foto tempo dulu untuk menikmati sejarah
masa lalu. karena dengan foto-foto tersebut manusia akan mendapat kan gambaran
yang sangat jelas mengenai kehidupan masa lalunya.
Daftar
Pustaka
Abdullah, Taufik dan Sukri
Abdurrahman, Indonesia Across Orders: Arus Bawah Sejarah Bangsa (1930-1960).
Jakarta : LIPI Press, 2011
L. M. F. Purwanto & R.
Soenarto, Menapak Jejak-Jejak Sejarah Kota Lama Semarang. Bandung: Bina Manggala Widya, 2012
Syarfiie, Inu Kencana. Pengantar Filsafat. Bandung: Refika
Aditama, 2010.
http://media-kitlv.nl/
[1] Inu Kencana Syafiie, Pengantar
Filsafat ( Bandung: Refika Aditama, 2010), hlm. 39.
[2] Ibid, 39.
[3] De
Roode Brug atau
sekarang yang dikenal dengan Jembatan merah pada masa kolonial berfungsi untuk
menghubungkan daerah sebelah barat kali mas dengan sebelah timur kalimas. Pada
masa kolonial daerah sebelah barat ini merupakan pemukiman orang-orang eropa (Europeesche
Wijk) sedangkan sebelah timur merupakan pemukiman orang cina (pecinan), Orang
arab (Arabische Kamp) dan daerah melayu. Tepat didepan jembatan
tersebut sampai tahun 1925 terdapat kantor Residen yang merupakan pusat
pemerintahan kota Surabaya waktu itu. Sehingga jembatan merah ini menjadi
tempat yang sangat ramai pada saat itu dan menjadi tempat yang sangat terkenal
sampai sekarang ini. (sebagaimana dikutip oleh Sarkawi B. Husein dalam
Handinoto, Perkembangan dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya
1870-1940. Surabaya :Universitas Kristen PETRA-Andi Press, 1996)
[4] Gedung Lindeteves merupakan
gedung yang dibangun oleh pemerintah kolonila belanda pada tahun 1913. Pada
masakolonial Belanda gedung ini digunakan sebagai kantor dagang, kemudian pada
masa jepang gedung ini dialih fungsikan menjadi tempat penyimpanan senjata.
Sekarang gedung ini masih berdiri dan digunakan oleh bank Mandiri yang terletak
disebelah kiri Jl. Pahlawan Surabaya.
[5] Gedung ini terletak
dijalan Let.Jend. suprapto 33 semarang. Gedung ini dahulunya merupakan sebuah
toko de Zeikel dan sekarang beralih fungsi menjadi kantor. Gedung
ini bergaya arsitektur Spainish Colonial
yang dibangun pada pertengahan abad ke 19. Nama Marba sendiri diambil
dari nama pemrakarsanya yaitu Marta Bajunet yang kemudian disingkat dan
dijadikan nama bangunan menjadi Marba yang terpampang di tembok atas
bangunan ini (L. M. F. Purwanto & R. Soenarto, Menapak Jejak-Jejak
Sejarah Kota Lama Semarang. Bandung : Bina Manggala Widya, 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar